Rabu, 26 Agustus 2009

Compartment 9 -nine-

Holiday is over, eh? Liburan musim panas yang ia lewati tanpa Ken. Sedikit menyebalkan, tentu. Dan terasa lebih lama dari sebelumnya, karena tahun lalu ada Ken yang menemaninya. Walaupun liburan kali ini tetap diisi dengan perjalanan-perjalanan menyenangkan bersama kedua orangtuanya dan juga Yumi—adik kecilnya yang sedang senang-senangnya karena baru saja mendapat surat panggilan untuk bersekolah di Beuxbantonx. Eh? Begitukah mengejanya? A bit hard to spell it, yeah. Sepertinya Beuxbatonx memang tempat yang cocok baginya, berkumpul bersama anak-anak yang sama cerewetnya dengan Yumi. Aha. Dan itu artinya tidak akan ada yang merecokinya dengan gosip-gosip dengan topik tak penting yang—sama sekali—tidak menarik perhatian Miyu. Tidak ada gunanya. Hanya kabar angin yang belum tentu jelas kebenarannya dan malah akan menjadi masalah kalau sampai salah paham. Cuma kerjaan orang iseng yang kurang kerjaan. No, thanks. Masih banyak hal yang lebih bermanfaat daripada itu.

Manik coklat tuanya menerawang jauh ke beberapa benda persegi panjang warna merah tua yang disambung dengan rantai ukuran jumbo—sangat besar kalau dibandingkan ukuran tubuh Miyu—, sementara salah satu tangan pucatnya menarik sebuah koper sport biru tua dengan beberapa garis putih yang baru dibelinya liburan kemarin. Dan tangan yang satunya memegangi selembar tiket kereta. Hogwarts Express. Satu-satunya kereta akses menuju Hogwarts. Miyu memasuki salah satu gerbong yang letaknya tidak jauh dari kepala kereta. Hanya sekitar dua-tiga gerbong dari sana. Mengikuti jejak seseorang dengan latar belakang yang tidak jauh berbeda dengannya. Sama-sama dari Jepang—berambut hitam dan bermata sipit, khas orang Asia. Who's that? Sure, Nae.

Melihat ransel biru mudanya saja sudah cukup bagi Miyu untuk mengetahui bahwa itu Nae. Ransel yang dikenalinya sejak tahun pertamanya di Hogwarts. Milik sahabatnya, Nae-chan. Gadis yang ramah dan banyak bicara. Satu lagi—suka baca buku. Sedikit bertolak belakang dengan Miyu yang pendiam dan tidak begitu suka dengan buku. Apalagi buku pelajaran. Bukankah komik lebih menarik? Apalagi karya penulis-penulis Jepang yang sudah amat terkenal dan tentunya lebih mudah ia dapatkan—karena di negaranya sendiri. Mungkin lebih beruntung ketimbang anak lain dari luar negri yang mendapatkannya dengan susah payah. Yeah, manga-manga Jepang sudah terkenal sampai mancanegara, rite? Masa tidak tahu sih? Kasihan.

Sedikit kesulitan menarik kopernya ke atas Hogwarts Express dengan undakan yang cukup tinggi, tapi itu tidak menjadi masalah besar baginya. Dalam sekejap ia sudah dipindakan dari atmosfir dunia luar yang ramai dan dipadati murid-murid Hogwarts yang tak henti-hentinya berceloteh ataupun mengucapkan salam perpisahan dengan kedua orangtuanya sebelum berangkat ke Hogwarts. Childish—yeah. –menuju ke sebuah ruangan sempit dengan beberapa anak ruangan lain yang berjejer rapi di dalamnya. Gerbong. Sekarang ia sudah berada di dalam, tinggal mencari dimana sahabatnya itu berada. Berjalan di atas gerbong kereta yang cukup bersih, masih mengenakan setelan kaos converse dipadu celana jins dan juga sepasang sneakers putih bergaris hitam—membuatnya benar-benar terlihat santai dan sporty. Memuas-muaskan memakai pakaian bebas sebelum dikekang peraturan yang mengharuskannya mengenakan jubah hitam panjang layaknya seorang tukang ramal. Euh. Tapi setidaknya jubah Hogwarts masih lebih modern dan bukan termasuk dalam jejeran pakaian kuno di mata Miyu.

Kakinya masih terus berjalan dengan irama teratur seolah ada dirigen di otaknya yang memimpin langkah kakinya. Sementara bagian otaknya yang lain mengontrol manik kecoklatannya adar tetap memerhatikan kompartemen-kompartemen yang berjejer di sebelah kanannya. Beberapa kompartemen ia lewati begitu saja, tanpa ada perasaan tertarik sedikitpun untuk memasukinya.

Shot.

Seorang gadis Asia dengan manik kecoklatan yang mirip dengan milik Miyu—bukan sama, karena mata seperti punya Miyu hanya ada satu di dunia dan hanya miliknya. Dan rambut hitam yang kini mulai memanjang—milik Nae. Miyu membuka pintu kompartemen tersebut tanpa memedulikan tulisan yang tertera di atas pintu—nomor kompartemennya. It’s not important. Seulas senyum tersungging di bibirnya, senyum khusus untuk sahabatnya yang satu itu. “Ada tempat untukku kan?” Ujarnya singkat dan sopan dalam bahasa ibunya—bahasa Jepang. Nae pasti mengerti, rite?

Dengan kompartemen yang masih baru terisi satu orang, lebih leluasa untuk memilih tempat duduk yang nyaman. Perjalanan yang cukup jauh tidak akan menyenangkan kalau tidak dapat tempat yang nyaman. Ia mengambil tempat duduk di depan Nae—supaya lebih mudah untuk berkomunikasi—dan meletakkan koper di sampingnya. Sepertinya ia tidak akan cukup kuat untuk meletakkan kopernya di tempat barang di atas kursi. “Bagaimana liburanmu, Nae-chan?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar